Penulis:
Kathleen-Jonathan Kuntaraf
“Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut;”
Yesus sebagai manusia mempunyai karakteristik seperti manusia biasa. Kita mengetahui bahwa Tuhan telah membuat manusia “kurang sedikit daripada segala malaikat” (Mazmur 8 : 5, Terjemahan Lama). Demikian pula Kitab suci menyajikan Yesus sebagai salah satu “yang untuk waktu singkat dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat ” (Ibrani 2 : 9).
Sifat kemanusiaan-Nya diciptakan dan tidak memiliki kekuatan supernatural. Kristus harus benar-benar manusia; ini adalah bagian dari misi-Nya. Dituntut sedemikian rupa agar Dia memiliki karakteristik utama dari sifat manusia—Dia adalah ”darah dan daging” (Ibrani 2 : 14). Dalam segala hal, Kristus telah “disamakan” dengan sesama-Nya manusia (Ibrani 2 : 14).
Sifat kemanusiaan-Nya memiliki kepekaan mental dan fisik yang sama dengan umat manusia: lapar, haus, letih dan cemas. Kita ingat, Yesus setelah puasa empat puluh hari dan empat puluh malam, Yesus merasa lapar (Matius 4 : 2). Dan di kayu palang, sudah lama tidak minum, Dia berkata, “Aku haus”. (Yohanes 19 : 28).
Dalam pelayanan-Nya kepada orang lain Dia mengungkapkan belas kasihan, amarah yang benar dan kesedihan (Matius 9 : 36, Markus 3 : 5). Kadang-kadang Dia merasa terganggu, dan sedih, dan Dia bahkan menangis (Matius 26 : 38, Yohanes 11 : 35, Lukas 19 : 41). Dia berdoa dengan tangisan dan air mata, pernah sampai berkeringat titik darah (Ibrani 5 : 7, Lukas 22 : 44).
Kehidupan berdoa-Nya menyatakan ketergantungan sepenuhnya kepada Allah (Matius 26 : 39-44, Markus 1 : 35; 6 : 46, Lukas 5 : 16; 6 : 12). Sama seperti manusia biasa, Yesus juga mengalami kematian (Yohanes 19 : 30). Namun oleh sebab Dia tidak berdosa, maka Ia dapat dibangkitkan. Ia dibangiktkan bukan sebagai roh, tetapi dengan bentuk tubuh seperti kita (Lukas 24 : 36-43).
Dengan semua karakteristik sebagai manusia, Yesus adalah sama seperti kita, namun dengan ketergantungan kepada Allah Bapa yang menyebabkan Dia tidak berdosa.
Demikian juga dengan kita masing masing, perlu mengikuti jejak-Nya untuk bergantung sepenuhnya kepada Allah Bapa kita.